Kelemahlembutan seringkali diidentikkan dengan kepribadian seorang wanita yang keibuan. Padahal firman Tuhan dalam surat-surat Paulus jelas menekankan kelemahlembutan sebagai buah Roh Kudus yang dikerjakan-Nya dalam diri setiap orang percaya yang telah dilahirbarukan, baik pria maupun wanita. Kelemahlembutan juga dilihat sebagai kesalehan/karakter utama yang harus diupayakan dan diperlihatkan oleh para pengikut Kristus dalam kehidupan mereka secara nyata.
Kelemahlembutan juga seringkali disalahmengertikan sebagai kelemahan. Orang yang lemah lembut dianggap seperti “keset kaki” yang pasif dan rela diperlakukan apa pun, termasuk hal-hal yang jahat dan menyakitinya. Atau dianggap “yes-man” yang suka menyenangkan semua orang dan siap mengkompromikan apa pun asal bisa diterima orang lain. Padahal rasul Paulus maupun Tuhan Yesus sendiri, yang telah mengajarkan maupun menjadi teladan akan kelemahlembutan, jelas memperlihatkan sebuah karakter yang kuat.
Dalam surat Galatia yang mencatat nasihat Paulus supaya jemaat belajar lemah lembut, juga pada saat yang sama mencatat peringatan-peringatan Paulus yang paling tegas, berani dan blak-blakan yang pernah ada dalam seluruh surat-suratnya. Pasal 1:8-10 dari surat Galatia mencatat bagaimana Paulus mengecam keras para pengajar palsu yang berusaha menyesatkan jemaat melalui ajaran Injil yang palsu, dengan menyebut mereka sebagai orang-orang yang terkutuk. Dalam pasal 2:11-14, Paulus juga tidak segan-segan mengecam Petrus dan Barnabas yang berlaku munafik. Dan di pasal 3:1-3 Paulus juga mengecam jemaat Galatia sebagai orang bodoh yang mau diperdaya dan terpesona dengan Injil palsu. Apakah Paulus lemah lembut?
Dalam Injil Matius yang mencatat pengakuan Yesus sendiri bahwa diri-Nya lemah lembut (11:29) dan bagaimana Ia mendemonstrasikan hal itu dengan memasuki Yerusalem menaiki seekor keledai (21:5), pada saat yang sama juga mencatat bagaimana Yesus masuk ke Bait Suci dan mengusir para pedagang di pelataran Bait Suci dengan cara yang, kalau tidak dimengerti konteksnya, terlihat kasar (21:12-13). Apakah Tuhan Yesus lemah lembut?
Dari pengamatan di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang lemah lembut bukanlah orang yang lemah dan pasif, namun, sebaliknya, kuat dan proaktif. Francis de Sales berkata bahwa tidak ada yang sekuat kelemahlembutan dan tidak ada yang selembut kekuatan sejati. Orang yang lemah lembut justru adalah orang yang berpendirian kokoh dan berpegang teguh pada kebenaran. Dengan berani dan tegas, ia proaktif untuk membela, mempertahankan dan memperjuangkan kebenaran sejati. Karakter seperti inilah yang ditunjukkan oleh Paulus kepada jemaat di Galatia: memperjuangkan kebenaran Injil yang sejati di dalam Kristus. Dan sikap hati seperti inilah juga yang diperlihatkan oleh Yesus ketika Ia mengusir para pedagang di Bait Suci: mempertahankan kekudusan Allah di dalam kehidupan umat Israel. Selain itu, orang yang lemah lembut juga secara proaktif menggunakan segenap kemampuannya untuk menolong mereka yang membutuhkan.
Bagaimanakah kita bisa belajar menjadi orang yang lemah lembut? Dengan cara menyadari kemiskinan rohani kita di hadapan Allah dan berduka atas dosa-dosa kita (Mat. 5:3-5). Hanya dengan kerendahan hati untuk mengakui ketidakberdayaan kita dan kebutuhan kita akan anugerah kemurahan Allah, barulah Roh Kudus bisa bekerja membentuk hati kita menjadi lemah lembut. Karya Roh Kudus ini harus dibarengi pula dengan tekad kita sendiri untuk melatih sikap lemah lembut dalam setiap situasi dan kondisi sehari-hari yang terjadi di hidup kita.